Kericuhan Demonstrasi di Depan Gedung DPR/MPR: Tindakan dan Rencana Dialog dengan Media Sosial

Kericuhan Demonstrasi di Depan Gedung DPR/MPR: Tindakan dan Rencana Dialog dengan Media Sosial

ruangklenik.com – Demonstrasi yang berlangsung pada 25 Agustus 2025 di depan gedung DPR/MPR Jakarta berujung kericuhan di tengah peserta. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Angga Raka Prabowo, berencana bertemu dengan pihak TikTok dan Meta untuk membahas penyebaran konten disinformasi yang diduga menjadi pemicu kericuhan tersebut.

Dalam pernyataan resminya, Angga Raka Prabowo menjelaskan komunikasi yang telah dilakukan dengan perwakilan TikTok dan Meta, serta menyoroti bahaya konten palsu yang dapat merusak demokrasi dan distorsi aspirasi masyarakat.

Rencana Pertemuan dengan TikTok dan Meta

Angga Raka Prabowo mengungkapkan bahwa ia telah berkomunikasi dengan Head TikTok Asia Pasifik, Helena, serta perwakilan dari Meta Indonesia tentang fenomena disinformasi. “Saya pribadi, tadi sama Pak Dirjen juga, saya hubungi. Yang pertama, saya sudah hubungi Head TikTok Asia Pasifik, Helena. Saya minta mereka ke Jakarta, kita akan bercerita tentang fenomena ini dan kita juga sudah komunikasi dengan TikTok Indonesia,” jelas Angga.

Pertemuan ini dianggap penting untuk menanggulangi dampak negatif dari konten palsu yang dapat menimbulkan kebencian di media sosial. Angga menambahkan bahwa aspirasi masyarakat sering kali terdistorsi oleh konten disinformasi yang sengaja disebarkan, sehingga memerlukan penanganan segera.

Kesadaran akan bahaya disinformasi yang bisa memengaruhi masa depan demokrasi Indonesia menjadi salah satu pendorong utama pertemuan ini. Angga bertekad langkah ini dapat mengurangi potensi kericuhan di masa mendatang.

Dampak Disinformasi terhadap Demokrasi

Fenomena disinformasi, fitnah, dan kebencian memang dapat merusak demokrasi, seperti yang disoroti Angga dalam penjelasannya. Konten yang tidak akurat dapat memengaruhi opini publik sehingga menggiring aksi demonstrasi kepada tujuan yang salah.

“Fenomena disinformasi fitnah dan kebencian (DFK) ini akhirnya merusak sendi-sendi demokrasi. Misalnya teman-teman yang tadinya mau menyampaikan aspirasi, mau menyampaikan unek-uneknya, akhirnya menjadi bias ketika sebuah gerakan itu di-engineering oleh hal-hal yang, mohon maaf ya, yang DFK tadi,” tegasnya.

Penting bagi semua pihak untuk memahami naluri di balik kericuhan dan mencari cara untuk mengatasi masalah ini secara kolektif, baik pemerintah maupun platform media sosial.

Tindakan Polisi dan Respons terhadap Kericuhan

Aksi kericuhan selama demonstrasi tersebut memaksa kepolisian untuk mengambil tindakan tegas dengan menggunakan semprotan air dan gas air mata untuk membubarkan massa. Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo, menegaskan pentingnya menjaga keamanan dengan menyatakan, “Bapak/Ibu ini sudah tidak kondusif banyak pelajar, anak-anak kami. Kami bubarkan, karena aksinya sudah tidak kondusif.”

Selain itu, untuk menjaga ketertiban umum, kepolisian juga melakukan pengalihan arus lalu lintas di sekitar lokasi demonstrasi. Jalur kendaraan sementara dialihkan menuju Jalan Gerbang Pemuda dan Jalan Bendungan Hilir, memberikan respon cepat terhadap situasi yang berkembang.

Keputusan ini diambil untuk melindungi keselamatan semua pihak, termasuk para demonstran yang terlibat, agar situasi tidak semakin memburuk.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *