ruangklenik.com – Pengobatan tuberkulosis (TBC) memerlukan kedisiplinan dan waktu yang cukup panjang agar pasien dapat sembuh total. Sayangnya, banyak pasien yang seringkali menghentikan pengobatan sebelum waktu yang ditentukan, yang dapat menimbulkan masalah serius bagi kesehatan mereka dan masyarakat.
Laporan menunjukkan bahwa penghentian pengobatan TBC dapat memicu resistensi obat, menjadikan penyakit ini semakin sulit diobati serta meningkatkan risiko penularan di lingkungan sekitar.
Proses dan Lama Pengobatan TBC
Pengobatan tuberkulosis biasanya berlangsung selama enam bulan, tetapi untuk kasus yang lebih berat, bisa berlangsung hingga 12 atau 24 bulan. Sering kali, pasien merasa lebih baik setelah sebulan penggunaan obat dan cenderung menghentikannya, padahal bakteri penyebabnya mungkin masih ada.
Menurut TB Indonesia, ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan dapat menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis menjadi kebal terhadap obat-obatan yang diberikan. Ini tidak hanya membuat pengobatan menjadi lebih mahal tetapi juga menurunkan peluang kesembuhan pasien.
Resistensi obat TBC tidak hanya berisiko bagi individu yang terinfeksi, tetapi juga meningkatkan potensi penularan penyakit dalam masyarakat. Pengobatan yang tidak tuntas dapat memengaruhi upaya pengendalian TBC secara keseluruhan.
Dampak Resistensi Obat TBC
Penyakit TBC yang kebal obat, atau drug-resistant TB, menjadi salah satu tantangan besar dalam penanganan penyakit ini. Pasien yang menderita kondisi ini harus menjalani pengobatan yang lebih panjang dan lebih kompleks dengan risiko efek samping yang lebih berat serta kemungkinan untuk sembuh yang semakin kecil.
Organisasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat menyatakan bahwa jika pengobatan TBC tidak dijalani sesuai prosedur, bakteri penyebabnya dapat mengalami mutasi. “Mycobacterium tuberculosis memiliki kemampuan untuk belajar dan beradaptasi terhadap pengobatan yang tidak konsumsi secara lengkap,” ungkap mereka.
Keadaan ini membuat pengobatan bagi pasien yang sebelumnya tampak mudah menjadi jauh lebih rumit. Selain itu, kasus resistensi ini meningkatkan penyebaran penyakit dan mengaburkan harapan untuk mengendalikan TBC di masyarakat.
Pentingnya Disiplin dalam Pengobatan
Mengatasi masalah resistensi obat sangat memerlukan ketaatan dalam menjalani pengobatan. Vaksin BCG yang diberikan di usia dini memang memberikan perlindungan, tetapi interaksi dengan pasien aktif tetap memerlukan pengobatan pencegahan, bahkan tanpa gejala.
Pengawasan dari pengawas menelan obat (PMO) bisa secara signifikan meningkatkan kepatuhan pasien. Penelitian tahun 2004 oleh Wright et al menunjukkan bahwa pasien yang didampingi oleh PMO memiliki tingkat keberhasilan pengobatan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.
‘Kementerian Kesehatan menggarisbawahi pentingnya prinsip 3T (tepat waktu, tepat cara, dan tepat dosis) dalam pengobatan TBC,’ ungkap pihak kementerian. Obat harus diminum sesuai dengan jadwal dan dosis yang telah ditentukan untuk memastikan kesembuhan.